Selasa, 15 November 2011

SKRIPSI contoh


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini pendidikan di indonesia telah mendapat angin segar dari pemerintah, pasalnya pada tahun 2007 kemarin, pemerintah indoneisia telah memberlakukan sertifikasi bagi guru. Istilah sertifikasi merupakan venomena baru dalam dunia pendidikan, berbagai interpretasi terkait dengan pemahaman sertifikasi guru bermunculan. Ada yang memahami bahwa guru yang sudah mempunyai jenjang S-I kependidikan secara otomatis sudah bersertifikasi. Ada juga yang memahami bahwa sertifikasi hanya dapat

Sabtu, 12 November 2011

Jenis-jenis cinta

Seperti banyak jenis kekasih, ada banyak jenis cinta. Cinta berada di seluruh semua kebudayaan manusia. Oleh karena perbedaan kebudayaan ini, maka pendefinisian dari cinta pun sulit ditetapkan. Lihat hipotesis Sapir-Whorf.
Ekspresi cinta dapat termasuk cinta kepada 'jiwa' atau pikiran, cinta hukum dan organisasi, cinta badan, cinta alam, cinta makanan, cinta uang, cinta belajar, cinta kuasa, cinta keterkenalan, dll. Cinta lebih berarah ke konsep abstrak, lebih mudah dialami daripada dijelaskan.
Cinta kasih yang sudah ada perlu selalu dijaga agar dapat dipertahankan keindahannya

Definisi cinta


Cinta adalah satu perkataan yang mengandungi makna perasaan yang rumit. Bisa dialami semua makhluk. Penggunaan perkataan cinta juga dipengaruhi perkembangan semasa. Perkataan sentiasa berubah arti menurut tanggapan, pemahaman dan penggunaan di dalam keadaan, kedudukan dan generasi masyarakat yang berbeda. Sifat cinta dalam pengertian abad ke 21 mungkin berbeda daripada abad-abad yang lalu. Ungkapan cinta mungkin digunakan untuk meluapkan perasaan seperti berikut:

Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.

ANALISIS WACANA KRITIS


Analisi wacana kritis (sering di singkat AWK) menyediakan teori dan metode yang biasa di gunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan hubungan antara wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain domain sosial yang berbeda.
Lima ciri ciri umum
Dalam uraian berikut kami kemukakan tinjauan fairclough dan wodak (1997:2771ff)
1.      Sifat struktural dan proses kultural dan sosial merupakan sebagian linguistik-kewacanaan
Praktik praktik kewacanaan tempat di hasilkan (di ciptakan) dan di konsumsi ( di terima dan diinterprestasikanya ) teks di pandang sebagai bentuk penting praktik sosial yang  memberikan kontribusi bagi penyusun dunia sosial yang mencakup hubungan hubungan dan idebtitas identitas sosial , dengan demikian sebagai fenomena kemasyarakatan tidaklah bersifat linguistik kewacanaan.

Selasa, 08 November 2011

kisah cerita rama dan shinta


Dikisahkan di sebuah negeri bernama Mantili ada seorang puteri nan cantik jelita bernama Dewi Shinta. Dia seorang puteri raja negeri Mantili yaitu Prabu Janaka. Suatu hari sang Prabu mengadakan sayembara untuk mendapatkan sang Pangeran bagi puteri tercintanya yaitu Shinta, dan akhirnya sayembara itu dimenangkan oleh Putera Mahkota Kerajaan Ayodya, yang bernama Raden Rama Wijaya. Namun dalam kisah ini ada juga seorang raja Alengkadiraja yaitu Prabu Rahwana, yang juga sedang kasmaran, namun bukan kepada Dewi Shinta tetapi dia ingin memperistri Dewi Widowati. Dari penglihatan Rahwana, Shinta dianggap sebagai titisan Dewi Widowati yang selama ini diimpikannya.

Jenis-Jenis Anyaman

Jenis-Jenis Anyaman

Jenis Anyaman Bahan Hasil anyaman.

  • Anyaman Mengkuang Daun mengkuang Tikar, tudung salji, bekas pakaian dan lain-lain. 
  • Anyaman pandan Daun pandan duri Tikar sembahyang, hiasan dinding,
  • Anyaman Buluh Jenis-jenis buluh yang sesuai Bakul, bekas pakaian, nyiru, beg dan lain-lain.
  • Anyaman Rotan Rotan yang telah diproses Bakul, bekas pakaian, tempat buaian anak dan lain-lain.
  • Anyaman Lidi Lidi kelapa Lekar, bekas buah, bekas telor. 

hal yang harus di ketahui tentang sejarah anyaman

Ada beberapa hal yang harus di ketahui tentang sejarah anyaman, yaitu :
1. Dipercayai seni graf tangan muncul dan bergembang tanpa pengaruh luar.
2. Pada zaman dahulu, kegiatan anyaman dilakukan oleh kaum wanita untuk mengisi masa senggang dan bukan sebagai mata pencarian utama.
3. Hasil graf tangan dijadikan alat untuk kegunaan sendiri atau sebagai hadiah untuk anak saudara atau sahabat handai sebagai tanda kasih atau kenang-kenagan.
4. Seseorang wanita dianggap tidak mempunyai sifat kewanitaan yang lengkap jika dia tidak mahir dalam seni anyaman.

sejarah anyaman

Sejarah Anyaman
Anyaman merupakan seni tradisi yang tidak mempunyai pengaruh dari luar. Perkembangan Sejarah anyaman adalah sama dengan perkembangan seni tembikar. Jenis seni anyaman pada masa Neolitik kebanyakan adalah menghasilkan tali, rumah dan keperluan kehidupan. Bahan daripada akar dan rotan adalah bahan asas yang awal digunakan untuk menghasilkan anyaman. Menurut Siti Zainun dalam buku Reka bentuk kraftangan Melayu tradisi menyatakan pada zaman pemerintahan Long Yunus (1756-94) di negeri Kelantan, penggunaan anyaman digunakan oleh raja. Anyaman tersebut dipanggil ‘Tikar Raja’ yang diperbuat daripada pohon bemban

pantun tentang anyaman


Zaman dahulu menganyam tikar,
Sunyi menyepi desa terpinggir,
Seni anyaman haruslah diajar,
Jangan tinggal sebutan dibibir.

Buluh muda mudah dilentur,
Buat ampaian penyidai jala,
Semangat juang belum luntur,
Seni anyaman jangan dilupa.

Seni kerja tangan anyaman

Seni kerja tangan anyaman adalah sesuatu yang unik lagi rumit buatannya. Namun begitu, usaha untuk mempertahankan keunikan seni ini haruslah diteruskan agar tidak ditelan peredaran zaman. Budaya negara bukan sahaja dicerminkan melalui bahasa pertuturan dan adat resam bangsanya tetapi juga dicerminkan melalui kehalusan kerja tangan bermutu tinggi.

seni anyaman

Seni anyaman ialah milik masyarakat Melayu yang masih dikagumi dan digemari sehingga hari ini. Kegiatan seni anyaman ini telah bermula sejak zaman dahulu lagi. Ini boleh dilihat pada rumah-rumah masyarakat zaman dahulu di mana dinding rumah mereka dianyam dengan buluh dan kehalusan seni anyaman itu masih bertahan sehingga ke hari ini. Rumah yang berdinding dan beratapkan nipah tidak panas kerana lapisan daun nipah yang tebal menebat pengaliran haba.
Seni anyaman dipercayai bermula dan berkembang tanpa menerima pengaruh luar. Penggunaan tali, akar dan rotan merupakan asas pertama dalam penciptaan kraftangan anyaman yang telah menjadi usaha tradisi sejak berabad-abad lalu. Bahan-bahan asas tumbuhan ini tumbuh meliar di hutan-hutan, paya-paya, kampung-kampung dan kawasan di sekitar pasir pantai.

Jenis-Jenis Anyaman



Jenis-Jenis Anyaman

Jenis Anyaman Bahan Hasil anyaman
Anyaman Mengkuang Daun mengkuang Tikar, tudung salji, bekas pakaian dan lain-lain
Anyaman pandan Daun pandan duri Tikar sembahyang, hiasan dinding, lain
Anyaman Rotan Rotan yang telah diproses Bakul, bekas pakaian, tempat buaian anak dan lain-lain
Anyaman Lidi Lidi kelapa Lekar, bekas buah, bekas telor.
Anyaman ribu-ribu Paku pakis ribu-ribu. Tempat tembakau, bekas sirih terbus, bakul, bekas seba guna dan lain-lain.

Sejarah Anyaman dan jenis jenis anyaman

Sejarah Anyaman

Anyaman merupakan seni tradisi yang tidak mempunyai pengaruh dari luar. Perkembangan Sejarah anyaman adalah sama dengan perkembangan seni tembikar. Jenis seni anyaman pada masa Neolitik kebanyakan adalah menghasilkan tali, rumah dan keperluan kehidupan. Bahan daripada akar dan rotan adalah bahan asas yang awal digunakan untuk menghasilkan anyaman. Menurut Siti Zainun dalam buku Reka bentuk kraftangan Melayu tradisi menyatakan pada zaman pemerintahan Long Yunus (1756-94) di negeri Kelantan, penggunaan anyaman digunakan oleh raja. Anyaman tersebut dipanggil ‘Tikar Raja’ yang diperbuat daripada pohon bemban

Ada beberapa hal yang harus di ketahui tentang sejarah anyaman, yaitu :

asal usul anyaman

Asal Usul Anyaman

Seni anyaman adalah milik masyarakat melayu yang masih sangat di kagumi dan di gemari hinnga saat ini. Kegiatan seni anyaman telah ada semenjak zaman dahulu kala, hal ini dapat di lihat pada rumah-rumah orang jaman dahulu di mana dinding rumah mereka di anyam dengan menggunakan buluh dan kehalusan seni anyaman itu masih bertahan hingga saat ini. Rumah yang berdinding dan beratapkan nipah tidak panas, karena lapisan daun nipah yang tebal.

Seni anyaman di percaya bermula dan berkembangnya tanpa menerima pengaruh luar. Penggunaan tali, akar, dan rotan merupakan asas pertama dalam penciptaan kerajinan tangan anyaman. Bahan-bahan itu tumbuh liar di hutan-hutan, kampung-kampung, dan kawasan sekitar pantai.

pengertian anyaman


Anyaman merupakan seni yang mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan masyarakat Melayu. Menganyam bermaksud proses menjaringkan atau menyilangkan bahan-bahan daripada tumbuh-tumbuhan untuk dijadikan satu rumpun yang kuat dan boleh digunakan. Bahan tumbuh-tumbuhan yang boleh dianyam ialah lidi, rotan, akar, bilah, pandan, mengkuang dan beberapa bahan tumbuhan lain yang dikeringkan.

Rabu, 02 November 2011

Perkembangan ushul fiqih pada masa Nabi.


Perkembangan ushul fiqih pada masa Nabi.

Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Quran dan Assunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW menunggu turunnya wahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun, maka Rauslullah SAW menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan hadits atau sunnah.
Hal ini antara lain dapat diketahui dari sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
“Sesungguhnya saya memberikan keputusan kepada kamu melalui pendapatku dalam hal-hal yang tidak diturunkan wahyu kepadaku.” (HR. Abu Daud dari Ummu Salamah)

Selasa, 01 November 2011

CONTOH SURAT LAMARAN PEKERJAAN


dagan, 01 November 2011
Hal : Lamaran Pekerjaan 

Kepada Yth.,
Manajer Sumber Daya Manusia
PT. pengolahan kerja

Jl. Raya Bumi Sentoda No. 5
Lamongan

Dengan hormat,
Bpk. Bambang Satrio, seorang asisten editor di PT. Pengolahan Kerja, menginformasikan kepada saya tentang rencana pengembangan Departemen Finansial PT. Pengolahan Kerja.
Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankan saya mengajukan diri (melamar kerja) untuk bergabung dalam rencana pengembangan
PT. Pengolahan Kerja.
Mengenai diri saya, dapat saya jelaskan sebagai berikut :

Epilog


Epilog 

Uraian di atas menyajikan sebuah fakta tak terbantahkan, bahwa sesungguhnya eternalitas Alquran itu tidak terletak pada arti teksnya (zahir al-nas), melainkan terletak pada prinsip dan cita-cita moralnya. Alquran bukanlah kitab undang-undang yang siap saji, karena bagaimanapun ia merupakan hasil dari sebuah proses dialogis antara pesan-pesan Samawi yang abadi dengan kondisi aktual Bumi pada saat Alquran diturunkan.
Lebih dari itu, karena nilai keabadian dan universalitas Alquran terletak pada prinsip moralnya, maka pernyataan hukum (legal specific) seperti hukum potong tangan, cambuk, jilid, dan sebagainya, tidak berlaku secara universal. Hukuman itu hanyalah solusi temporal dan bersifat tentatif atas peristiwa-peristiwa yang muncul saat Alquran diturunkan.

Epestimologi Syariat Liberal


Epestimologi Syariat Liberal 

Persoalan substansial yang harus dikedepankan ketika ingin membangun syariat liberal, adalah masalah epestimologi (metodologi). Dalam konteks ini, paling tidak ada tiga tokoh Muslim kontemporer yang kerangka epestimologinya dapat dijadikan sebagai basis acuan metodologis untuk membangun syariat liberal. Ketiganya adalah Fazlur Rahman (selanjutnya disebut Rahman) dengan double movement theory (teori gerakan ganda), Muhammad Shahrur dengan limitation theory (teori batas atau hudud), dan Nasr Hamid Abu Zaid dengan teori ta’wil. Dari ketiga metodologi tersebut, hemat saya, double movement theory yang diintrodusir oleh Fazlur Rahman, tampaknya, cukup relevan untuk dikembangkan dalam upaya membangun syariat liberal.

Syariat Liberal


Syariat Liberal 

Uraian di atas menggambarkan, ketika syariat Islam dipahami secara simbolik dan direduksi dengan kawasan wajib tutup aurat, diawasi oleh polisi syariat, penerapan hukum cambuk, atau hukum potong tangan, tampaknya tidak relevan dan bahkan kontraproduktif bila diterapkan di Indonesia yang pluralistik ini.
Namun, jika dipahami dengan paradigma liberal (syariat liberal), maka akan menemukan karakternya yang inklusif dan toleran, sekaligus relevan dengan realitas kekinian yang dihadapkan pada isu pluralisme, demokrasi, dan HAM, yang menjadi agenda utama politik dunia global, termasuk di Indonesia.
Charles Kurzman dalam bukunya Liberal Islam: A Sourcebook (1998), memetakan syariat Islam dalam visi liberalnya menjadi tiga. Pertama, liberal syariah, dalam pengertian bahwa syariat dalam teks tertulis adalah bersifat liberal jika dipahami secara benar. Sikap liberal ini bukan semata-mata pilihan manusia, tetapi perintah dari Tuhan yang termaktub dalam Alquran.

Syariat Simbolik


Syariat Simbolik 

Eksperimentasi syariat Islam di Aceh (termasuk hukum cambuk), sesungguhnya memberikan gambaran yang kuat tentang apa yang saya sebut dengan syariat simbolik. Bahwa yang menjadi ukuran dalam pemberlakuan syariat Islam di propinsi ‘tsunami’ itu adalah doktrin-doktrin sekunder dalam teks-teks keagamaan. Dengan kata lain, apa yang terjadi di Aceh dengan pemaknaan syariat sebenarnya tidak menyentuh esensi syariat, melainkan hanya sekadar euforia yang bersifat simbolik. Agama tidak lagi dipahami sebagai esensi, substansi, dan komitmen, tetapi tradisi kearaban yang bersifat sekunder.
Lebih dari itu, dengan adanya polisi syariat yang diproyeksikan menjadi pengawas dan pengontrol bagi pemberlakuan syariat, maka terjadilah ideologisasi syariat. Artinya, penerapan syariat akan sangat tergantung pada sejauh mana peran aparat keamanan (polisi), bukan pada kebebasan masyarakat untuk menerapkan ajaran agamanya sesuai dengan pemahamannya.

Formalisasi Syariat Islam dalam Konteks Kekinian


Formalisasi Syariat Islam dalam Konteks Kekinian

Karena nilai keabadian dan universalitas Alquran terletak pada prinsip moralnya, maka pernyataan hukum (legal specific) seperti hukum potong tangan, cambuk, jilid, dan sebagainya, tidak berlaku secara universal. Hukuman itu hanyalah solusi temporal dan bersifat tentatif atas peristiwa-peristiwa yang muncul saat Alquran diturunkan.
Tampaknya, tidak ada isu tentang Islam dan politik di Indonesia yang cukup sensitif, aktual, dan kontroversial, kecuali isu formalisasi syariat Islam. Yang menarik untuk dicermati lebih lanjut dari maraknya tuntutan formalisasi syariat Islam hingga kini adalah, belum terlihat adanya pemaknaan yang lebih maju terhadap syariat. Sesuatu yang sering dilupakan oleh umat Islam bersemangat (konservatif) dalam melihat syariat Islam adalah dari aspek historisnya. Karena itu, kalangan konservatif menganggap, bahwa formalisasi syariat adalah dengan merevitalisasi (kalau bukan mengadopsi) nilai-nilai keislaman yang berkembang di Timur Tengah sebagai jalan untuk menegakkan hukum-hukum Tuhan di muka bumi.

Perlunya Negara Khilafah dalam Formalisasi Syariah


Perlunya Negara Khilafah dalam Formalisasi Syariah 

Formalisasi syariah artinya penerapan syariah oleh negara. Istilah teknisnya dalam fikih adalah tabanni al-ahkâm, atau sann al-qawânîn, atau taqnîn asy-syarî’ah (Arifin, 1996:49; Mufti & Al-Wakil, 1992: 40).
Kesadaran umat Islam di berbagai negeri Dunia Islam untuk melakukan formalisasi syariah sebenarnya cukup signifikan (Amal & Panggabean, 2004). Namun, sering upaya ini menghadapi hambatan atau tantangan, misalnya kekhawatiran kaum liberal terhadap syariah (Nashir, 2007: 598), atau ketidakjelasan model negara seperti apa yang dapat diharapkan melakukan formalisasi syariah (Al-Jufri dkk, 2004).
Padahal sudah jelas, negara-bangsa (nation state) saat ini tidak mungkin diharapkan menjalankan formalisasi syariah. Sebab, negara-bangsa didirikan atas dasar ideologi sekularisme, yang tidak mentoleransi formalisasi hukum Islam, kecuali secara parsial saja, seperti hukum perkawinan, perceraian dan waris. Untuk kasus Indonesia, formalisasi syariah seutuhnya adalah mustahil, karena Indonesia menganut sistem hukum campuran (baca: sistem syirik), yang terdiri dari sistem hukum Islam, hukum Barat dan hukum adat. (Rofiq, 2001: 174).

Perlunya Keutuhan Ideologi dalam Formalisasi Syariah


Perlunya Keutuhan Ideologi dalam Formalisasi Syariah

Seperti dijelaskan oleh Ustadz Ahmad al-Mahmud dalam kitabnya Ad-Da’wah ilâ al-Islâm (1995: 77), bahwa Barat telah melancarkan perang pemikiran (al-ghazw al-fikri) yang bertujuan untuk menjauhkan umat Islam dari pemahaman Islam yang sahih. Hasil dari serangan ini adalah umat Islam telah menakwilkan Islam agar sesuai dengan pemikiran Barat yang lahir dari ide sekularisme.
Apa yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni gagasan “Islam substantif”, merupakan contoh nyata dari bentuk perang pemikiran yang dimaksudkan Ustadz Ahmad al-Mahmud tersebut. Untuk menghadapi serangan ini, menurut Ustadz Ahmad al-Mahmud, umat Islam perlu memahami ideologi Islam secara utuh, yaitu sebagai kesatuan yang tak terpisahkan yang tersusun dari fikrah (ide) dan tharîqah (metode pelaksanaan ide). (Al-Mahmud, 1995: 70-73).

Formalisasi Syariat Islam-Doktrin “Islam Substantif”


Formalisasi Syariat Islam
Doktrin “Islam Substantif”
Salah satu hambatan besar penerapan syariah Islam adalah doktrin “Islam substanstif”. Doktrin yang sengaja dilontarkan kaum liberal-sekular sejak abad ke-19 M ini mengatakan ajaran Islam dibedakan menjadi dua. Pertama: ajaran yang dianggap tetap dan universal, yang sering disebut dengan substansi (intisari). Fazlur Rahman menyebutnya “ideal moral”. Kedua: ajaran yang dianggap temporal dan lokal, yang karenanya bisa berubah-ubah sesuai dengan konteks waktu dan tempat. Bagian ajaran ini oleh Fazlur Rahman disebut ketentuan “legal spesifik”. (Fazlur Rahman, 1992: 21). Contohnya hukum potong tangan. Susbtansi hukum ini, kata mereka, adalah agar menimbulkan efek jera. Potong tangan hanya dianggap ketentuan temporal, yang konon kebetulan cocok dengan masyarakat nomaden pada masa Nabi saw. Karena itu, hukum potong tangan bisa diganti dengan hukuman penjara, karena yang penting adalah substansinya, yakni menimbulkan efek jera bagi pelakunya. (Mahmud dkk, 2005: 184; Coulson, 1990: 174; Watt, 1997: 226).

Formalisasi Syari’at Islam di Indonesia:


Formalisasi Syari’at Islam di Indonesia:

Di Indonesia, isu penerapan syariat Islam sudah muncul sejak lama. Anthony Reid menunjukkan bahwa sejak awal abad ke-17 M., hukum Islam yang ketat telah diterapkan secara parsial di Banten (Jawa Barat) dan Aceh, di mana misalnya hukum potong tangan diberlakukan kepada para pencuri. Hal ini menunjukkan betapa sejak awal sejarah Islam di Nusantara, isu Syariat Islam telah bergema.

Sejak dulu hingga sekarang, perjuangan menerapkan Syariat Islam di Indonesia selalu menimbulkan pro dan kontra, terutama ketika perjuangan ini diarahkan pada upaya mendapatkan legitimasi dan operasionalisasi melalui negara secara formal. Jika selama Orde Baru perbincangan Syariat Islam seolah telah tutup buku, jatuhnya rezim Soeharto bisa dikatakan membuka lembara baru perbincangan syariat Islam tersebut. Di era desentralisasi dan otonomi daerah sekarang, gagasan penerapan Syariat Islam kembali mengemuka. Upaya untuk menggali dan memunculkan kembali "tujuh kata" yang hilang dalam Piagam Jakarta tersebut mulai digulirkan beberapa kelompok.

setting OtomaX m kios

setting standar server m kios pada aplikasi m kios berbeda beda berikut salah satu contoh dari hasil setting manual