Pengertian Analisis Puisi

Arti istilah analisis (analysis) dianggap berkaitan erat dengan pengertian evaluasi terhadap situasi dari sebuah permasalahan yang dibahas, termasuk di dalamnya peninjauan dari berbagai aspek dan sudut pandang.
Evaluasi merupakan tahap pertama dimana system engineering menganalisis hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek pembuatan atau pengembangan system dalam bidang komunikasi dan komputerisasi.
Dalam komputasi, analisis ini biasanya mencakup segi kontrol arus, kontrol kesalahan dan penelitian efisiensi. Tidak jarang ditemui permasalahan besar dapat dibagi menjadi komponen yang lebih kecil sehingga dapat diteliti dan ditangani lebih mudah. Lihat juga flow analysis, numerical analysis, system analysis.
Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam. Sedangkan pada kegiatan laboratorium, kata analisa atau analisis dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan di laboratorium untuk memeriksa kandungan suatu zat dalam cuplikan.
Karya sastra, termasuk puisi, adalah sebuah struktur. Sebuah struktur menyiratkan adanya unsur-unsur pembentuk. Puisi adalah sebuah struktur yang kompleks, yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berjalinan dengan erat. Unsur-unsur itu tidak berdiri sendiri-sendiri. Sebuah unsur hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya di dalam struktur itu dan kaitannya dengan keseluruhannya. Unsur dalam struktur adalah unsur fungsional, yaitu mempunyai tugas (fungsi) tertentu dalam menyusun struktur.
Puisi adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah dianalisis. Akan tetapi, tidak semua analisis sama baiknya. Analisis yang tidak benar akan menghasilkan kumpulan fragmen atau koleksi fragmen. Unsur koleksi bukanlah bagian struktur yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam analisis haruslah dilihat hubungan antarbagiannya, mengingat unsur dalam struktur adalah unsur yang fungsional.
Sampai sekarang dikenal analisis dikotomis bentuk dan isi karya sastra. Analisis bentuk dan isi itu tidak menggambarkan wujud puisi yang sebenarnya karena bentuk dan isi puisi itu tidak dapat dipisahkan secara mutlak. Bentuk dan isi itu bercampur hingga mana yang bentuk dan mana yang isi itu tidak jelas. Untuk mengatasi masalah analisis bentuk dan isi itu ada usaha lain, yaitu analisis fenomenologis. Analisis fenomenologis itu dibuat oleh Roman Ingarden, seorang filsuf dan ahli seni Polandia. Karya sastra itu sesungguhnya merupakan struktur lapis norma karya sastra. Norma karya sastra itu adalah implisit dalam karya sastra sendiri, tidak berasal dari luar. Analisis Ingarden itu dikemukakan oleh Renne Wellek dan Austin Warren sebagai berikut.
Karya sastra itu terdiri atas lapis-lapis norma. Lapis norma yang di atas menimbulkan lapis norma yang di bawahnya. Begitu seterusnya. Lapis norma yang pertama adalah lapis bunyi. Lapis bunyi menimbulkan lapis kedua, yaitu lapis arti. Lapis norma ketiga adalah lapis dunia pengarang. Ingarden masih menambahkan dua lapis norma lagi, yaitu lapis dunia implisit dan lapis metafika yang menurut Wellek dapat disatukan dengan lapis ketiga, lapis dunia pengarang.
Analisis Ingarden ini adalah analisis yang sangat maju, tetapi ada kekurangannya karena tidak menghubungkan dengan penilaian. Unsur-unsur karya sastra tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai mengingat karya seni sastra adalah karya seni yang fungsi estesisnya dominan. Oleh karena itu, dalam menganalisis karya sastra termasuk puisi, ditunjukkan satuan-satuan estesis dari tiap-tiap lapis norma dan fungsinya dalam struktur tersebut.
Analisis lapis bunyi dan lapis arti itu sarana yang terpenting untuk memahami puisi. Hal ini disebabkan oleh puisi itu bersifat liris. Oleh karena itu, sarana ekspresinya yang utama berupa satuan bunyi dan satuan arti.
Satuan-satuan estetik bunyi adalah persajakan, kiasan bunyi, dan orkestrasi. Dalam puisi, satuan-satuan bunyi itu saling berjalinan untuk mendapatkan ekspresivitas yang intensif. Bahkan juga satuan estetik bunyi itu berjalinan erat dengan satuan-satuan estetik lapis arti untuk mendapatkan nilai seni sebanyak-banyaknya.
Di antara satuan estetik bunyi adalah sajak. Sajak adalah ulangan bunyi, baik berupa asonansi, aliterasi, sajak awal, sajak dalam, sajak akhir maupun sajak tengah. Dalam puisi lama ada pola sajak (sajak akhir) yang mengikat. Dalam puisi Pujangga Baru masih dipergunakan pola sajak akhir, tetapi tidak mengikat. Dalam arti, boleh dibuat variasi pola-polanya. Dalam puisi periode berikutnya persajakan sebagai sarana kepuitisan, tetapi disesuaikan dengan fungsi ekspresivitasnya, tidak usah harus terpola. Bahkan, ada kecenderungan untuk tidak mempergunakan 1990 karena sajak ditulis seperti persajakan pada periode 1970 formal prosa. Di samping persajakan
-bentuk sarana kepuitisan bunyi berupa orkestrasi. Orkestrasi adalah bunyi musik pada puisi. Orkestrasi ini berupa penggabungan unsur-unsur kepuitisan bunyi yang menyebabkan merdu dan berirama. Orkestrasi bunyi yang merdu disebut efoni, sedangkan orkestrasi bunyi parau disebut kakafoni.
Satuan-satuan estetik lapis arti di antaranya berupa diksi, bahasa kiasan, dan sarana retorika. Diksi adalah pemilihan kata setepat-tepatnya. Pemilihan kata itu disesuaikan dengan ekspresi bunyi, ketepatan arti yang sesuai dengan gagasan sajak, konsep estetik, dan warna setempat (local colour
Puisi dapat diartikan sebagai hasil karya tulis yang mengandung unsur seni. Mengapa dikatakan demikian ? Karena puisi adalah hasil buah fikir manusia (karya) dalam bentuk tertulis (tidak dalam bentuk lain, misal patung atau lukisan) yang penuh dengan unsur keindahan (rasa-emosi). Jika salah satu saja dari karakteristik tersebut hilang, misalkan unsur seni, tidak lagi disebut puisi, melainkan karya tulis biasa seperti halnya pengumuman, laporan, atau berita.
Dalam berpuisi, baik waktu menulis, mambaca, maupun mendengarkannya, ada nuansa khusus sehingga emosional penulis, pembaca, ataupun pendengarnya terbawa hanyut oleh jiwa dari puisi itu. Lain halnya dengan sajian bahasa yang sifatnya informasi (mungkin) tidak akan menyentuh unsur afektif individu. Dengan demikian, melalui berpuisi sekaligus dapat membangkitkan dan mengembangkan (Bloom, BS dalam Erman, 2003) potensi emosional (affektive, rasa-budi) sekaligus kemampuan berfikir (cognitive, akal-fikir), dan ketrampilan psikis (psychomotoric). Dengan berpuisi, lengkaplah pengembangan potensi individu tersebut di atas, karena ketiganya selalu terbawa serta.

*) Analisis Puisi Berdasarkan Pendekatan Struktural
Analisis struktural merupakan tugas prioritas atau tugas pendahuluan. Sebab karya sastra mempunyai kebulatan makna intiristik yang dapat digali dari karya itu sendiri.
Pendekatan struktural yang dipergunakan, akan menghasilkan gambaran yang jelas terhadap diksi, citraan, bahasa khias, majas, sarana retorika, bait dan baris, nilai bunyi, persajakan, narasi, emosi, dan ide yang digunakan dalam menulis puisinya.
Untuk menunjang menganalisis puisi. Pendekatan struktural dalam analisis puisi dab kritik sastra berguna untuk pengembangan dan pembinaan ilmu sastra (teori sastra). Kritik sastra merupakan wadah analisis karya sastra, analisis struktur cerita, gaya bahasa, gaya bahasa teknik penceritaan dan sebagainya.
Pendekatan struktural yang dipergunakan, akan menghasilkan gambaran yang jelas terhadap diksi, citraan, bahasa kias, majas, sarana retorika, bait dan baris, nilai dan bunyi, persajakan, narasi, emosi, dan ide yang digunakan pengarang dalam menulis puisinya.

0 Komentar